Minggu, 07 November 2010

RISET PEMASARAN

Definisi Riset Pemasaran

Riset Pemasaran menurut Malhotra (1996) merupakan identifikasi, pengumpulan, analisis dan penyebarluasan informasi secara sistematis dan obyektif dengan tujuan untuk membantu manajemen dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan identifikasi dan pemecahan masalah dan peluang dalam bidang pemasaran.

Kriteria Riset Pemasaran

a. Relevan

Menghasilkan informasi yang dibutuhkan untuk merespon tantangan atau menyelesaikan masalah pemasaran yang dihadapi perusahaan.

b. Tepat Waktu

Hasil penelitian selesai tepat pada waktunya

c. Efisien

Setiap riset pemasaran harus memberikan nilai tambah lebih besar dari pada biaya yang telah dikeluarkan.

d. Obyektif

Agar hasil penelitian berkualitas baik, sehingga kesalahan interpretasi dapat dihindari.

Klasifikasi Riset Pemasaran

a. Riset Identifikasi Masalah

Membantu mengidentifikasi masalah yang mungkin tidak atau belum muncul ke permukaan, namun telah atau bakal terjadi di masa depan. Riset Identifikasi masalah terdiri dari : riset potensi pasar, riset pangsa pasar, riset citra merk atau perusahaan, riset karakteristik pasar, riset analisis penjualan, riset peramalan bisnis, dan riset trend bisnis.

b. Riset pemecahan masalah Digunakan dalam pembuatan keputusan untuk memecahkan masalah pemasaran spesifik.

Riset pemecahan masalah meliputi : riset segmentasi, riset produk, riset penetapan harga, riset promosi, riset distribusi.

Empat Jenis Dasar Riset Pemasaran
Internal-analisis catatan penjualan, tingkat periklanan, harga versus volume, dan sebagainya.
Eksternal-menggunakan sumber daya di luar organisasi untuk melengkapi riset internal.
Reaktif-jawaban kuisioner, wawancara terstruktur, dan sebagainya.
Non reaktif-interpretasi terhadap fenomena yang diamati, misalnya merekam pelanggan di toko, mendengarkan panel pelanggan, dan sebagainya.

Sumber:

http://rson-r-son.blogspot.com/2009/05/riset-pemasaran.html

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pemasaran_dan_komunikasi/Bab09.RisetPemasaran.pdf

Sabtu, 06 November 2010

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, terbagi atas 2, yaitu faktor internal (berasal dari dalam diri sendiri) dan faktor eksternal (lingkungan)

Faktor Internal
1. Demografis, psikografis, dan kepribadian
Demografis berhubungan dengan ukuran, struktur, dan pendistribusian populasi. Demografis berperan penting dalam pemasaran. Demografis membantu peramalan trend suatu produk bertahun-tahun mendatang serta perubahan permintaan dan pola konsumsi.

Psikografis adalah sebuah teknik operasional untuk mengukur gaya hidup. Dalam kata lain psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari konsumen. Psikografis memberikan pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif. Bila demografis menjelaskan siapa yang membeli suatu produk, psikografis menekankan pada penjelasan mengapa produk tersebut dibeli. Sangat penting untuk meneliti faktor psikografis termasuk kepercayaan dan nilai karena kesuksesan industri organik akan bergantung pada tingkat kemampuan memobilisasi konsumen untuk menerima produk organik (Lea & Worsley, 2005).

Kepribadian dalam bidang pemasaran memiliki arti sebagai respon yang konsisten terhadap pengaruh lingkungan. Kepribadian adalah tampilan psikologi individu yang unik dimana mempengaruhi secara konsisten bagaimana seseorang merespon lingkungannya.


2. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen. Motivasi konsumen mewakili dorongan untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis melalui pembelian dan penggunaan suatu produk.


3. Pengetahuan konsumen
Pengetahuan konsumen dapat diartikan sebagai himpunan dari jumlah total atas informasi yang dimemori yang relevan dengan pembelian produk dan penggunaan produk. Misalnya apakah makanan organik itu, kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya, manfaatnya bagi kesehatan, dan lain-lain

.
4. Intensi, sikap, kepercayaan, dan perasaan konsumen
Intensi adalah pendapat subjektif mengenai bagaimana seseorang bersikap di masa depan. Ada beberapa jenis intensi konsumen. Intensi pembelian adalah pendapat mengenai apa yang akan dibeli. Intensi pembelian kembali adalah apakah akan membeli barang yang sama dengan sebelumnya. Intensi pembelanjaan adalah dimana konsumen akan merencanakan sebuah produk akan dibeli. Intensi pengeluaran adalah berapa banyak uang yang akan digunakan. Intensi pencarian mengindikasikan keinginan seseorang untuk melakukan pencarian. Intensi konsumsi adalah keinginan seseorang untuk terikat dalam aktifitas konsumsi. Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk. Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen. Preferensi itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap terhadap sebuah objek dan relasinya terhadap objek lain. Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai penilaian subjektif mengenai hubungan antara dua atau lebih benda. Suatu kepercayaan dibentuk dari pengetahuan. Apa yang telah seseorang pelajari mengenai suatu produk mendorong timbulnya kepercayaan tertentu mengenai produk tersebut. Perasaan adalah suatu keadaan yang memiliki pengaruh (seperti mood seseorang) atau reaksi. Perasaan dapat bersifat positif maupun negatif tergantung kepada setiap individu. Perasaan juga memiliki pengaruh terhadap penentuan sikap seorang konsumen.

Faktor Eksternal

1. Budaya, etnisitas, dan kelas sosial
Budaya adalah kumpulan nilai, ide, artefak, dan simbol-simbol lain yang membantu seseorang untuk berkomunikasi, mengartikan, dan mengevaluasi sebagai bagian dari suatu lingkungan. Budaya terbagi menjadi dua yaitu abstrak dan elemen material yang memberikan kemampuan bagi seseorang untuk mendefinisikan, mengevaluasi, dan membedakan antarbudaya. Elemen abstrak terdiri atas nilai-nilai, sikap, ide, tipe kepribadian, dan kesimpulan gagasan seperti agama atau politik. Material komponen terdiri atas benda-benda seperti buku, komputer, gedung, peralatan, dan lain-lain.

Etnisitas adalah suatu elemen penting dalam menentukan suatu budaya dan memprediksi keinginan dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah suatu fungsi dari perasaan etnisitas sebagaimana dengan identitas budaya, keadaan sosial, dan tipe produk.

Kelas sosial dapat didefinisikan sebagai divisi yang bersifat relatif permanen dan homogenus dalam suatu kumpulan sosial dimana individual atau keluarga saling bertukar nilai, gaya hidup, ketertarikan, kekayaan, status, pendidikan, posisi ekonomi, dan perilaku yang sama. Penelitian pemasaran seringkali berfokus pada variabel-variabel kelas sosial karena penentuan produk apa yang akan dibeli oleh konsumen ditentukan oleh kelas sosial.


2. Keluarga dan pengaruh rumah tangga
Secara ilmiah keluarga dapat diartikan sebagai sekelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang berhubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal berdampingan. Sedangkan rumah tangga adalah semua orang, baik yang berelasi maupun tidak berelasi yang menempati sebuah unit rumah. Keluarga maupun pengaruh rumah tangga mempengaruhi sikap pembelian konsumen. Misalnya kelahiran anak mempengaruhi suatu keluarga untuk menambah perabotan, bahan makanan bayi, dan lain-lain.
3. Kelompok dan pengaruh personal
Suatu perilaku konsumen tak lepas dari pengaruh kelompok dan personal yang dianutnya. Reference group adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempengaruhi perilaku individu secara signifikan. Reference group dapat berupa artis, atlit, tokoh politik, kelompok musik, partai politik, dan lain-lain. Reference group mempengaruhi dalam beberapa cara. Pertama-tama reference group menciptakan sosialisasi atas individu. Kedua reference group berperan penting dalam membangun dan mengevaluasi konsep seseorang dan membandingkannya dengan orang lain. Ketiga, reference group menjadi alat
untuk mendapatkan pemenuhan norma dalam sebuah kelompok sosial.

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/perilaku-konsumen-definisi-dan-tipe.html

Jumat, 05 November 2010

Pembuatan Keputusan Konsumen

Menurut Kotler (Terjemahan, 2001: 222) Suatu proses pengambilan keputusan dalam pembelian terdiri dari lima tahap, yaitu:

1. Pengenalan kebutuhan

Pengenalan kebutuhan merupakan langkah awal dalam proses pengambilan keputusan pembelian, dimana konsumen mengenali suatu masalah atau kebutuhannya. Dalam proses pengenalan kebutuhan, pembeli akan menyadari bahwa sesungguhnya terdapat perbedaan antara keadaan nyata (penawaran pasar) dengan keadaan yang diinginkan (kebutuhan atau deman). Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan Pengenalan kebutuhan, Pencarian informasi, Evaluasi alternative. Keputusan pembelian. Perilaku setelah pembelian. Kebutuhan dapat dipicu oleh dorongan internal, yaitu pada saat timbulnya kebutuhan normal seseorang pada tingkatan yang cukup siginifikan untuk mempengaruhi perilakunya. Selain itu kebutuhan juga dapat dipicu oleh dorongan eksternal, misalnya: keluarga atau kelompok referensi, iklan dari pemasar, dan lain-lain. Pada tahap pengenalan kebutuhan, seorang pemasaran harus meneliti konsumen untuk menemukan jenis kebutuhan atau masalah apa yang akan muncul, apa yang memunculkan mereka, dan bagaimana kebutuhan atau masalah tersebut dapat mengarahkan konsumen pada produk tertentu. Dengan mengumpulkan informasi-informasi tersebut, diharapkan orang pemasaran dapat mengenali faktor-faktor yang paling signifikan dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Karena pada umumnya konsumen tidak akan membeli produk jika tidak dapat memuaskan kebutuhannya.


2. Pencarian informasi
Merupakan tahap proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen telah tertarik untuk lebih banyak mencari informsi. Seorang konsumen yang telah tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi. Jika dorongan konsumen begitu kuatnya dan produk yang memuaskan berada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan besar akan membelinya. Jika tidak konsumen mungkin akan menyimpan kebutuhannya dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berkaitan dengan kebutuhan itu. Jumlah pencarian yang dilakukan oleh konsumen tergantung pada kuatnya dorongan, jumlah informasi yang sudah dimilikinya, kemudahan dalam memperoleh informasi yang lebih banyak, nilai tambah yang diberikan dari setiap informasi tambahan yang baru diperoleh, dan kepuasan yang ia dapatkan dari pencarian informasi yang dilakukan.

Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber, meliputi :
a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan, dan lain-lain

b. Sumber komersial : iklan,wiraniaga, dealer, kemasan, pajangan, dan lain-lain.

c.Sumber publik : media massa, organisasi, penilai pelanggan, dan lain-lain.

d. Sumber pengalaman : menangani, memeriksa, menggunakan produk, dan lain-lain

.
Pengaruh relatif dari sumber-sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada umumnya pengaruh yang paling signifikan adalah dari sumber pribadi. Dalam hal ini sumber komersial pada umumnya memberikan informasi, namun untuk sumber pribadi selain memberikan informasi juga melakukan evaluasi terhadap produk untuk keperluan konsumen. Hal inilah yang menjadikan sumber pribadi lebih berpengaruh signifikan. Ketika lebih banyak informasi diperoleh, semakin bertambah pula kesadaran dan pengetahuan konsumen mengenai
merek-merek yang tersedia dan sifat-sifatnya. Sebuah perusahaan harus merancang bauran pemasaran yang baik untuk membuat calon pembeli menyadari dan mengetahui menganai mereknya.


3. Evaluasi alternatif
Merupakan tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian, dimana konsumen menggunakan informasi yang telah ia peroleh untuk mengevaluasi merek-merek alternatif dalam satu susunan pilihan. Pada umunya konsumen tidak menggunakan proses evaluasi yang sederhana dalam suatu situasi pembelian, mereka dapat saja menggunakan proses eveluasi yang kompleks. Terdapat konsep dasar yang dapat digunakan acuan dalam menjelaskan proses evaluasi yang dilakukan oleh konsumen, yaitu :
a. Berasumsi bahwa setiap konsumen melihat suatu produk sebagai satu paket atribut produk.
b. Memberi tingkat kepentingan yang berbeda pada tiap atribut atribut yang berbeda menurut kebutuhan dan keinginannya yang unik.
c. Kemungkinan akan mengembangkan suatu susunan keyakinan merek mengenai posisi setiap merek pada setiap atribut.
d. Harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi terhadapat tingkat-tingkat atribut yang berbeda.
e. Konsumen mencapai suatu sikap terhadap merek yang berbeda melalui prosedur evaluasi.
Inti dari informasi alternatif ini adalah konsumen akan memilih produk diantara berbagi pilihan yang dapat memuaskan kebutuhannya. Konsumen akan melihat setiap produk merupakan suatu himpunan dari ciri dan sifat tertentu yang mempunyai manfaat dan konsumen akan mencari manfaat-manfaat tertentu pada suatu produk. Oleh sebab itu dalam menentukan kriteria evaluasi tidak lepas dari motivasi konsumen.

4. Keputusan pembelian
Pada tahap evaluasi konsumen membentuk proverensi terhadap produk atau merek yang menjadi pilihannya. Namun demikian apakah konsumen nantinya akan membeli atau tidak, dipengaruhi oleh orang lain dan faktor keadaan yang tidak terduga.

5. Perilaku setelah pembelian
Setelah membeli suatu produk konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidak puasan. Kepuasan merupakan fungsi dekatnya harapan dari pembeli terhadap produk tersebut dan jika sesuai dengan yang diharapkan maka konsumen sebagai pembeli akan puas.

SUMBER:

http://dataku-ferdi.blogspot.com/2007/10/perilaku-konsumen.html


Model Perilaku Konsumen

Definisi Model Perilaku Konsumen Menurut Kotler

Menurut Kotler (Terjemahan, 2001:195), perilaku membeli konsumen atau
consumer buyying behaviour merujuk pada perilaku membeli yang dilakukan oleh
konsumen akhir atau individu dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa
untuk konsumsi secara pribadi.

Tipe Perilaku Membeli Berdasarkan Tingkat Keterlibatan Pembeli dan Tingkat Terbedaan
Merek


Kotler (Terjemahan, 2001: 219) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan
merek, yaitu :
1. Perilaku Membeli yang Kompleks
Merupakan model perilaku pembelian yang mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut: terdapat keterlibatan mendalam oleh konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan terhadap merek yang satu dengan merek yang lain konsumen menerapkan perilaku “membeli yang kompleks” ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Keterlibatan konsumen mencerminkan bahwa produk yang akan dibelinya merupakan produk yang mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri konsumen yang bersangkutan. Dalam hal ini, konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut. Misalnya: sesorang konsumen yang akan membeli sebuah handphone, dalam hal ini mereka akan menyediakan waktu untuk mempelajari hal-hal yang terkait dengan produk yang akan dibelinya, membandingkan spesifikasi dan kelebihan-kelebihan antara merek yang satu dengan yang lain.

2. Perilaku Membeli yang Mengurangi Ketidakcocokan
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada. Contohnya, pembeli yang akan membeli karpet mungkin menghadapi keputusan dengan katerlibatan tinggi karena harga karpet mahal dan karpet mencerminkan ekspresi diri seorang konsumen. Namun pembeli mungkin mempertimbangkan hampir semua merek karpet yang berada pada rentang harga tertentu sama saja. Dalam kasus ini, karena perbedaan merek dianggap tidak besar, pembeli mungkin berkeliling melihat-lihat karpet yang tersedia, tetapi akan dengan cepat membeli. Mereka mungkin terutama merespon harga yang baik atau kenyamanan
berbelanja. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidakcocokan pasca pembelian atau merasa tidak nyaman setelah membeli, ketika mereka menemukan kelemahan-kelemahan tertentu dari merek karpet yang mereka beli atau pun kerena mendengar hal-hal bagus mengenai merek karpet yang tidak dibeli. Untuk melawan ketidakcocokan ini, komunikasi purna jual orang pemasaran harus memberikan bukti-bukti dan dukungan yang dapat membantu kosumen menyenangi pilihan merek mereka.


3. Perilaku Membeli karena Kebiasaan
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli karena kebiasaan terjadi dalam kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan antara merek. Contohnya, dalam pembelian bumbu dapur garam. Konsumen akan sedikit sekali terlibat dalam kategori produk tersebut pada saat melakukan keputusan pembelian, pada umumnya mereka mengambil begitu saja tanpa memperhatikan merek apa yang diambil. Jika pada kenyataannya mereka masih mengkonsumsi barang yang sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan dari pada loyalitas konsumen terhadap suatu merek tertentu.


4. Perilaku Membeli yang Mencari Variasi
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Pelanggan menerapkan perilaku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti. Dalam kasus semacam ini konsumen seringkali mengganti merek. Contohnya, ketika seorang konsumen akan membeli sepotong roti. Seorang konsumen mungkin mempunyai beberapa keyakinan memilih merek roti tanpa banyak evaluasi, lalu mengevaluasi merek roti tersebut setelah mengkonsumsinya. Tetapi untuk waktu pembelian berikutnya konsumen mungkin akan mengambil merek lain, dengan beberapa alasan: agar tidak bosan, atau sekedar ingin mencoba sesuatu yang berbeda. Dalam hal ini pengantian merek terjadi untuk tujuan mendapatkan variasi bukan untuk mendapatkan kepuasan.


Sumbe:

http://dataku-ferdi.blogspot.com/2007/10/perilaku-konsumen.html